Ini Penjelasan tentang Hujan Lebat , Petir dan Angin Kencang yang marak terjadi di Bulan Mei Rabu 1 Mei 2013 adalah hari yang sibuk dan melelahkan bagi warga Jakarta. Di pagi hari, sudah dihadapkan dengan antisipasi May Day. Di siang hingga malam hari, hujan deras memicu banjir / genangan terjadi di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan.
Mari kita simak penjelasan Senior Forecaster pada Badan Meteorologi Klimatologi Hadi Widiatmoko kepada detikcom terkait cuaca yang kurang bersahabat yang masih terjadi di bulan Mei, Keadaan cuaca akhir-akhir ini terlihat semakin tidak menentu, pagi panas terik namun menjelang tengah hari mendadak turun hujan lebat disertai dengan angin kencang dan kilat dan gemuruh petir cukup keras terdengar, belum lagi kebakaran dan ledakan serta berbagai kerepotan lainnya.
Menjelang akhir bulan Maret antara tanggal 20 hingga 31 Maret, kejadian puting beliung dan hujan lebat yang mengakibatkan banjir dan tanah longsor marak terjadi di beberapa daerah di Sumatera, Sulawesi, Jawa, dan Kalimantan. Kondisi tersebut nampaknya masih berlanjut hingga menjelang akhir bulan April, di mana perubahan cuaca antara pagi dan siang/sore-menjelang malam masih cukup besar.
Faktor Pemicu
Secara normal musiman, memang pada masa pancaroba pada bulan Maret-April kondisi atmosfer di wilayah Indonesia secara umum pada kondisi yang lembab dan labil. Panda kondisi atmosfer yang masih lembab dan labil seperti itu, faktor pemanasan matahari yang berlangsung pada pagi hingga siang hari, menjadi factor pemicu terbentuknya awan-awan konvektif besar (Cumulonombus/Cb) yang dapat menimbulkan hujan lebat disertai angin kencang dan petir pada sore hingga menjelang malam hari.
Waktu Kejadian Lebih Maju
Namun demikian, ada yang sedikit aneh dari fenomena cuaca yang terjadi belakangan ini, yaitu kejadian hujan-hujan lebat dan petir tadi secara teoritis waktunya agak lebih maju dari semestinya. Karena hujan-hujan konvektif biasanya terjadi di atas pukul 15:00 hingga sekitar pukul 19:00 waktu setempat, tetapi yang terjadi akhir-akhir ini adalah sekitar jam 12:00 hingga jam 13:00, dan kadang-kadang terjadi lagi pada jam 15:00 hingga jam 19:00 dan bahkan terjadi pada malam hari diatas pukul 20:00 waktu sempat. Secara umum patut dicurigai adanya faktor lain yang mampu menstimulasi percepatan dan perubahan pola pertumbuhan awan-awan konvektif tadi.
Gelombang Atmosfer Khatulistiwa
Ini mungkin faktor lain yang dicurigai itu, yaitu adanya pengaruh dari aktivitas gelombang atmosfer khatulistiwa. Secara teori, gelombang atmosfer khatulistiwa (gelombang-gelombang gravitasi - Kelvin dan Equatorial Rossby Waves) akan cenderung meningkat aktivitasnya pada saat kondisi El-Nino netral. Pengaruh dari peningkatan gelombang-gelombang gravitasi yang mempunyai periode antara 4-5 hari (Rossby Gravity) dan gelombang gravitasi dengan periode gelombang 10-20 hari (Kelvin) tersebut selanjutnya dapat memicu terbentuknya gelombang khatulistiwa dengan periode yang lebih panjang lagi sekitar 24 – 30 bulan, yaitu osilasi gelombang dua tahunan (Quasi Bienial Oscillation-QBO) pada lapisan stratosfer bawah pada ketinggian antara 16 – 60 km (Holton 2004; Dhaka etal 1995; Wallace dan Kousky 1968).
Gelombang Kelvin cenderung akan memicu menguatnya komponen angin timuran pada sub sistim QBO, sedangkan gelombang Rossby cenderung akan memicu menguatnya komponen angin baratan pada sum sistem QBO. Dengan demikian dominasi dari aktivitas gelombang Kelvin atau Rossby yang terjadi pada suatu periode waktu tertentu dapat diketahui dari komponen angin yang dominan pada sub sistem QBO.
Pengaruh utama dari adanya aktivitas gelombang-gelombang khatulistiwa tersebut adalah pada peningkatan aktifitas konvektif. Seperti yang telah dikemukakan pada awal tulisan ini, hal yang cukup menarik saat ini adalah adanya perubahan pada siklus dan pola pertumbuhan awan-awan konvektif yang terjadi.
Berdasarkan hasil pantauan dari data komponen angin arah Timur-Barat, pada ketinggian isobarik 10 mb (lapisan Stratosfer bawah), dapat dilihat bahwa sejak pertengahan tahun 2012 hingga bulan April 2013 komponen angin yang paling dominan adalah dari arah Barat ke Timur (Gambar.1). Hal itu menunjukkan bahwa aktivitas gelombang Rossby cukup dominan dibandingkan dengan gelombang Kelvin. Itu pulalah sebabnya mengapa aktivitas MJO menjadi lemah pada saat ini.
Waspadai Pontensi Hujan Lebat
Hujan-hujan lebat dengan intensitas tinggi umumnya berasal dari awan-awan konvektif besar (Cb) yang terjadi dari proses konvektif yang sangat intensif. Berdasarkan hasil analisis data QBO sepanjang tahun 2000 hingga April 2013, nampak bahwa dominasi komponen angin baratan terjadi pada tahun 2001-2002, 2003-2004, 2004-2005, 2007-2008, 2010, dan 2012-2013. Pada rentang waktu tersebut kejadian hujan dengan kategori lebat (50-100 mm/hari) hingga sangat lebat ( > 100 mm/hari) pernah terjadi pada tahun 2002, 2007, dan tahun ini 2013.
Apabila analogi ini dapat diterima, maka dengan mempertimbangkan masih kuatnya dominasi komponen angin baratan pada sub sistem QBO saat ini, yang diperkirakan akan masih berlanjut paling tidak hingga awal bulan Mei, maka dapat disimpulkan bahwa potensi pertumbuhan awan Cb yang dapat menimbulkan hujan lebat disertai petir dan angin kencang masih dapat terjadi hingga awal bulan Mei. Faktor lain yang juga perlu diwaspadai adalah intensitas petir yang cukup kuat sebagai akibat adanya stimulasi terhadap proses konvektifitas yang memberi kontribusi terhadap pertumbuhan awan-awan Cumulonimbus.
Mari kita simak penjelasan Senior Forecaster pada Badan Meteorologi Klimatologi Hadi Widiatmoko kepada detikcom terkait cuaca yang kurang bersahabat yang masih terjadi di bulan Mei, Keadaan cuaca akhir-akhir ini terlihat semakin tidak menentu, pagi panas terik namun menjelang tengah hari mendadak turun hujan lebat disertai dengan angin kencang dan kilat dan gemuruh petir cukup keras terdengar, belum lagi kebakaran dan ledakan serta berbagai kerepotan lainnya.
Menjelang akhir bulan Maret antara tanggal 20 hingga 31 Maret, kejadian puting beliung dan hujan lebat yang mengakibatkan banjir dan tanah longsor marak terjadi di beberapa daerah di Sumatera, Sulawesi, Jawa, dan Kalimantan. Kondisi tersebut nampaknya masih berlanjut hingga menjelang akhir bulan April, di mana perubahan cuaca antara pagi dan siang/sore-menjelang malam masih cukup besar.
Faktor Pemicu
Secara normal musiman, memang pada masa pancaroba pada bulan Maret-April kondisi atmosfer di wilayah Indonesia secara umum pada kondisi yang lembab dan labil. Panda kondisi atmosfer yang masih lembab dan labil seperti itu, faktor pemanasan matahari yang berlangsung pada pagi hingga siang hari, menjadi factor pemicu terbentuknya awan-awan konvektif besar (Cumulonombus/Cb) yang dapat menimbulkan hujan lebat disertai angin kencang dan petir pada sore hingga menjelang malam hari.
Waktu Kejadian Lebih Maju
Namun demikian, ada yang sedikit aneh dari fenomena cuaca yang terjadi belakangan ini, yaitu kejadian hujan-hujan lebat dan petir tadi secara teoritis waktunya agak lebih maju dari semestinya. Karena hujan-hujan konvektif biasanya terjadi di atas pukul 15:00 hingga sekitar pukul 19:00 waktu setempat, tetapi yang terjadi akhir-akhir ini adalah sekitar jam 12:00 hingga jam 13:00, dan kadang-kadang terjadi lagi pada jam 15:00 hingga jam 19:00 dan bahkan terjadi pada malam hari diatas pukul 20:00 waktu sempat. Secara umum patut dicurigai adanya faktor lain yang mampu menstimulasi percepatan dan perubahan pola pertumbuhan awan-awan konvektif tadi.
Gelombang Atmosfer Khatulistiwa
Ini mungkin faktor lain yang dicurigai itu, yaitu adanya pengaruh dari aktivitas gelombang atmosfer khatulistiwa. Secara teori, gelombang atmosfer khatulistiwa (gelombang-gelombang gravitasi - Kelvin dan Equatorial Rossby Waves) akan cenderung meningkat aktivitasnya pada saat kondisi El-Nino netral. Pengaruh dari peningkatan gelombang-gelombang gravitasi yang mempunyai periode antara 4-5 hari (Rossby Gravity) dan gelombang gravitasi dengan periode gelombang 10-20 hari (Kelvin) tersebut selanjutnya dapat memicu terbentuknya gelombang khatulistiwa dengan periode yang lebih panjang lagi sekitar 24 – 30 bulan, yaitu osilasi gelombang dua tahunan (Quasi Bienial Oscillation-QBO) pada lapisan stratosfer bawah pada ketinggian antara 16 – 60 km (Holton 2004; Dhaka etal 1995; Wallace dan Kousky 1968).
Gelombang Kelvin cenderung akan memicu menguatnya komponen angin timuran pada sub sistim QBO, sedangkan gelombang Rossby cenderung akan memicu menguatnya komponen angin baratan pada sum sistem QBO. Dengan demikian dominasi dari aktivitas gelombang Kelvin atau Rossby yang terjadi pada suatu periode waktu tertentu dapat diketahui dari komponen angin yang dominan pada sub sistem QBO.
Pengaruh utama dari adanya aktivitas gelombang-gelombang khatulistiwa tersebut adalah pada peningkatan aktifitas konvektif. Seperti yang telah dikemukakan pada awal tulisan ini, hal yang cukup menarik saat ini adalah adanya perubahan pada siklus dan pola pertumbuhan awan-awan konvektif yang terjadi.
Berdasarkan hasil pantauan dari data komponen angin arah Timur-Barat, pada ketinggian isobarik 10 mb (lapisan Stratosfer bawah), dapat dilihat bahwa sejak pertengahan tahun 2012 hingga bulan April 2013 komponen angin yang paling dominan adalah dari arah Barat ke Timur (Gambar.1). Hal itu menunjukkan bahwa aktivitas gelombang Rossby cukup dominan dibandingkan dengan gelombang Kelvin. Itu pulalah sebabnya mengapa aktivitas MJO menjadi lemah pada saat ini.
Waspadai Pontensi Hujan Lebat
Hujan-hujan lebat dengan intensitas tinggi umumnya berasal dari awan-awan konvektif besar (Cb) yang terjadi dari proses konvektif yang sangat intensif. Berdasarkan hasil analisis data QBO sepanjang tahun 2000 hingga April 2013, nampak bahwa dominasi komponen angin baratan terjadi pada tahun 2001-2002, 2003-2004, 2004-2005, 2007-2008, 2010, dan 2012-2013. Pada rentang waktu tersebut kejadian hujan dengan kategori lebat (50-100 mm/hari) hingga sangat lebat ( > 100 mm/hari) pernah terjadi pada tahun 2002, 2007, dan tahun ini 2013.
Apabila analogi ini dapat diterima, maka dengan mempertimbangkan masih kuatnya dominasi komponen angin baratan pada sub sistem QBO saat ini, yang diperkirakan akan masih berlanjut paling tidak hingga awal bulan Mei, maka dapat disimpulkan bahwa potensi pertumbuhan awan Cb yang dapat menimbulkan hujan lebat disertai petir dan angin kencang masih dapat terjadi hingga awal bulan Mei. Faktor lain yang juga perlu diwaspadai adalah intensitas petir yang cukup kuat sebagai akibat adanya stimulasi terhadap proses konvektifitas yang memberi kontribusi terhadap pertumbuhan awan-awan Cumulonimbus.
0 comments:
Post a Comment